Pages

Selasa, 07 November 2017

RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik (ITE)

BAB I

Pendahuluan

   Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya, hal ini sejalan dengan keanekaragaman agama, suku, dan budaya yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Potensi ini harus dilakukan penyebaran secara merata ke seluruh negeri dengan telekomunikasi yang ada.

   Telekomunikasi merupakan sebuah teknik pengiriman atau penyampaian informasi dari suatu tempat ke tempat lainnya. Telekomunikasi telah diatur oleh pemerintah dalam UU No. 36 tentang Telekomunikasi, baik itu mengenai azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan, penyidikan, sanksi adminsitrasi dan ketentuan pidana. Adanya UU No. 36 ini diharapkan telekomunikasi dapat digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB II
Landasan Teori


1. Untuk menghindari multitafsir terhadap ketentuan larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat (3), dilakukan 3 (tiga) perubahan sebagai berikut:

   a. Menambahkan penjelasan atas istilah “mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik”.

   b. Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan bukan delik umum.

   c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam KUHP.

2. Menurunkan ancaman pidana pada 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:

   a. Ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik diturunkan dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi paling lama 4 (tahun) dan/atau denda dari paling banyak Rp 1 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.

  b. Ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun menjadi paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda dari paling banyak Rp 2 miliar menjadi paling banyak Rp 750 juta.

3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap 2 (dua) ketentuan sebagai berikut:

   a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.

  b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.

4. Melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara pada Pasal 43 ayat (5) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, sebagai berikut:

  a. Penggeledahan dan/atau penyitaan yang semula harus mendapatkan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.

   b. Penangkapan penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1x24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.

5. Memperkuat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam UU ITE pada ketentuan Pasal 43 ayat (5):

  a. Kewenangan membatasi atau memutuskan akses terkait dengan tindak pidana teknologi informasi;

   b. Kewenangan meminta informasi dari Penyelenggara Sistem Elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.

6. Menambahkan ketentuan mengenai “right to be forgotten” atau “hak untuk dilupakan” pada ketentuan Pasal 26, sebagai berikut:

   a. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.

   b. Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik yang sudah tidak relevan.

7. Memperkuat peran Pemerintah dalam memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40:

   a. Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang;

   b. Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.

BAB III
Studi Kasus


   Penahanan seorang pengguna media sosial atas konten yang diunggah kini tengah menjadi perhatian nasional. Florence Sihombing, mahasiswa S2 Universitas Gajah Mada Yogyakarta, harus mendekam di sel Polda DIY usai dilaporkan menghina masyarakat Yogya di akun Path miliknya.


Analisa


   Florence dijerat Pasal 27 ayat 3 terkait informasi elektronik yang dianggap menghina dan mencemarkan nama baik.
Nasib yang dialami Florence itu bukan pertama kalinya. Sejak UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) disahkan April 2008, regulasi ini sudah menjerat beberapa korban di platfrom elektronik. Menurut Catatan Ringkas Tata Kelola dan Praktik Internet di Indonesia ICT Watch, UU itu telah memakan 32 korban pencemaran nama baik.

   Jerat itu terdapat pada Pasal 27 ayat 3 UU ITE mengancam siapa pun yang mendistribusikan dokumen atau informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.
Sedangkan Pasal 28 UU itu juga memuat pelarangan penyebaran informasi yang menyebarkan kebencian.

Sumber :
- https://kominfo.go.id/content/detail/8306/siaran-pers-no-72hmkominfo102016-tentang-ruu-revisi-uu-ite-telah-disahkan-oleh-dpr-ri-menjadi-uu/0/siaran_pers
- http://ressy04.blogspot.co.id/
- http://randyyanriza.blogspot.co.id/2017/11/tugas-2-peraturan-dan-regulasi.html

0 komentar:

Posting Komentar